Kamis, 19 April 2012

Jalaluddin As-suyuthi

A. Biografi Imam al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi Nama lengkap beliau adalah: ابو الفضل جلال الدين عبد الرحمن بن الكمال أبي بكر بن محمد بن سا بق الدين بن الفخر بن عثمان بن ناظرالدين محمد بن سيفالدين حضر بن نجم الدين أبي صلاح أيوب بن ناصرالدين محمد بن الشيخ همام الدين الهمام الخضيري اللأسيوطي. Adapun kuniyahnya Imam As-Suyuthi adalah Abu al-Fadhl sedangkan gelarnya adalah Jalaluddin As-Suyuthi. Beliau dilahirkan setelah magrib pada malam ahad di awal bulan Rajab tepatnya pada tahun 849/۸۶۹ hijriah, di Kairo, Mesir. Imam As-Suyuthi pernah melakukan perjalanan kebeberapa negeri seperti Syam, Hijaz, Yaman, Hindi, Magrib, dan Takrur hanya untuk menimba ilmu. Ayah Imam As-Suyuthi meninggal dunia ketika umur beliau menginjak lima tahun tujuh bulan. Ayanya menyandarkan wasiatnya kepada para jama’ah, diantara mereka adalah Kamal bin al-Hamam, Imam Suyuthi telah mengkhatamkan Al-Qur’an ketika umurnya baru delapan tahun, dan ia banyak menghafal dari matan-matan hadis, dan ia mengambil dari banyak guru, jumlah mereka itu menurut muridnya al-Dawudi mencapai 51 orang, dan karya-karya As-Suyuthi mencapai 500 karangan (kitab)._imam Suyuthi mempunyai keistimewaan dalam kecepatannya mengarang sehingga muridnya al-Dawudi menceritakan: ‘aku melihat Syaikh (Imam As-Suyuthi) sungguh menulis dalam satu hari sebanyak tiga bab karangan’. Adapun mengenai nisbah beliau kepada الخضيري beliau berkomentar bahwa tidak ada yang lebih mengetahuinya kecuali al-khudairiyah (الخضيرية), yaitu tempat kering di Baghdad, dan zohirnya nisbah pada tempat kering tersebut. Imam as-Suyuthi pada umur delapan tahun sudah hapal Alquran, kemudian beliau menghapal kitab al-umdah, Manhaj, Fikih, Ushul, dan Alfiyah bin Malik. Beliau mulai berkecimpung dalam kesibukan dengan ilmu dari tahun 864 H, yaitu ketika umur beliau lima belas tahun. Beliau belajar Fikih dan Nahwu serta belajar ilmu Faraidh dari Syeikh Syihabuddin al-Syarimasahi dan beliau belajar bersama Syaikhul Islam Ilmuddin al-Bulqini dalam bidang Fikih sampai beliau meninggal dunia. Beliau membacakan kepada anaknya al-Bulkini dari awal al-Tadrib sampai al-Wakalah, Imam Sayuthi pun telah mendengarkan kepadanya dari awal al-Hâwi al-Shagîr sampai berkali-kali, beliau juga mendengar dari Bulkini isi kitab al-Manhâj dari awal sampai bab zakat, dan sebagian dari kitab al-Raudhah dari bab Qadha, serta sebagian syarah al-Manhâj Imam Zarkasyi.- beliau belajar bersama Syaikhul Islam Syarafuddin al-Manawi lalu beliau membacakan kepadanya sebagian dari isi kitab al-Manhâj, beliau juga belajar syarah al-Bahjah dan Hasyiah Tafsir al-Hanafi,di samping itu beliau juga belajar hadis dan Bahasa Arab kepada Taqiyuddin al-Hanafi. Beliau menekuninya dalam waktu empat tahun, dan beliau sempat belajar bersama al-allamah Ustadz Mahyuddin al-Kafiji selama 14 tahun, beliau belajar darinya berbagai macam ilmu, mulai dari Tafsir, Ushul, Bahasa Arab, Ma’ani, dll. Imam as-Suyuthi adalah orang yang paling alim pada zamannya dibidang ilmu hadis dan berbagai cabangnya, rijalul hadis, gharib, matan hadis, sanad, serta istimbat kepada hukum-hukumnya. Beliau telah mengkhabarkan bahwa dirinya telah menghapal dua ratus ribu hadis. Beliau berkata: Seandainya aku mendapati lebih banyak hadis niscaya akan lebih banyak yang bisa aku hapal. Manakala umur beliau mencapai 40 tahun, beliau mengosongkan segala aktivitasnya, hanya untuk beribadah, dan beliau berpaling dari dunia dan masyarakatnya, beliau juga meninggalkan untuk berfatwa dan tidak juga menjalani ativitas mengajar, beliau mengemukakan semua itu dalam karyanya yang berjudul al-Tanfis. Imam as-suyuthi bermukim di Raudhah al-Miqyas dan tidak berpindah sampai beliau meninggal dunia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang baik dan karamah yang banyak, beliau juga banyak sekali mempunyai pengetahuan syair, beliau menguasai secara mendalam faedah-faedah keilmuan, dan hukum-hukum syara’. Adapun Suyuth adalah nama negeri kelahiran ayahnya. Beliau belajar dan menimba berbagai macam ilmu pengetahuan dari para tokoh ulama pada masa itu, sehingga beliau banyak menguasainya dan menjadi yang paling menonjol di antara teman-temannya, sehingga namanya pun kemudian menjadi terkenal di kalangan kaum muslimin._ Beliau pernah menjabat menjadi mufti selama beberapa tahun dan mengajar di madrasah Al-Syaikhuniyah, kemudian di madrasah Al-Bibersiyah. Pada usia tuanya beliau banyak beristirahat dan ber’uzlah di rumahnya, yaitu di Raudhah, beliau menekuni ibadah dan penulisan. Banyak sekali ulama yang membuat biografi Imam as-Suyuthi, di antara mereka adalah muridnya Al-Hafidz al-Dawudi membuat biografi tersendiri dari kitab gurunya Al-Hafidz as-Suyuthi, As-Suyuthi sendiri juga membuat biografi tentang dirinya dalam banyak kitab, dan salah satu kitab itu menyebutkan sesuatu yang tidak dijelaskan dalam kitab lainnya. Banyak juga yang membuat biografi beliau dari kalangan pendukung bahkan penentang beliau, demikian juga orang yang bersikap moderat di antara keduannya. Di antara ulama dahulu yang membuat biografi beliau adalah Imam Ibnu Iyas dalam kitab sejarahnya. Juga pemilik kitab al-Kawâkib al-Sirâh, dan Abdul Ghani al-Nablisy. Salah seorang dari ulama modern yang membuat biografi Imam Sayuthi adalah Imam al-Muhaqqiq Sayid Abdul Hay al-Kanani. Imam Sayuthi merupakan puncak dari tokoh-tokoh yang berpengaruh sehingga banyak yang mengomentarinya baik orang yang mencela maupun orang yang memujinya. Beliau adalah orang yang produktif dalam karyanya, beliau juga memiliki daya ingat yang kuat dan semangat tinggi sejak kecilnya. Beliau belajar dan nyantri kepada guru-gurunya yang jumlahnya mencapai 600 orang. Keagungan dan kemuliaan yang didapat as-Suyuthi, serta lautan ilmu-ilmu yang begitu luas, tak lepas dari do’a orang-orang shalih dan guru-guru beliau yang senantiasa menjadi pembimbingnya, hal ini beliau ungkapkan sendiri, katanya: “semasa ayahku masih hidup, aku dibawa kepada Syaikh Muhammad al-Majdzub, yaitu seorang wali yang terkenal di dekat al-Masyhad al-Nufaisi, lalu beliau memberkatiku.- Manakala aku berhaji, dan minum air zam-zam karena beberapa perkara di antaranya: 1). Supaya di dalam fikih aku disampaikan kepada derajat guruku Sirajuddin al-Bulqini, 2). Dan di bidang hadis mencapai derajat al-Hafidz Ibnu Hajar. Di samping ilmunya yang banyak, ia adalah seorang yang mulia, dermawan, shalih, tidak pernah berambisi pada kekuasaan dan tidak pernah minta bantuan kepada pemerintah atau raja-raja. Diriwayatkan bahwa Sultan al-Ghuri pernah mengirim kepadanya seorang budak bersama uang seribu dinar. Tetapi ia menolak uang seribu dinar tersebut dan menerima budak untuk dimerdekakannya dan dijadikan sebagai pelayan mesjid Nabawi, ia sering dikunjungi oleh para penguasa, Amir dan menteri dengan membawa berbagai pemberian dan hadiah, namun ia selalu menolaknya. Dia juga berkata kepada para pejabat, “jangan datang kepadaku selalu membawa hadiah, karena Allah telah mencukupiku dari hal seperti itu. Dia tdak mondar-mandir kepada raja, juga tidak kepada lainnya. Raja selalu mengundangnya dan dikatakan kepadanya: Bahwa sebagian wali Allah mondar-mandir menemui raja-raja dan pejabat dalam kebutuhan manusia. Dia menjawab: mengikuti ulama salaf serta tidak mondar-mandir kepada raja dan pejabat adalah lebih selamat bagi agama orang Islam. Imam as-Suyuthi berkata: “Aku dianugerahi oleh Allah lautan dalam tujuh ilmu, yaitu: Tasir, Hadis, Fikih, Nahwu, Ma’ani, Bayan dan Badi’i. dengan banyaknya ilmu yang dikuasai, Imam as-Suyuthi telah sampai pada derajat yang tinggi, beliau menghimpun dengan tangannya sendiri berbagai macam kitab dan karangan, maka jadilah beliau seorang yang mempunyai pengetahuan dan pandangan yang luas, sampai-sampai beliau diberi gelar “Ibn kutub”(إبن الكتب). Imam as-Suyuthi tidak akan pernah menjadi apa-apa tanpa peran seorang guru, berikut adalah di antara guru-guru beliau yang masyhur: Syaikh Ilmuddin al-Bulkini, kepadanya lah beliau belajar Fiqih asy-Syafi’I, Syaikh Syarafuddin al-Manawi guru beliau dalam bidang ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab, Syaikh Mahyuddin al-Kafiji (W. 879 H), Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Musa al-Sairami, kepadanya beliau membaca Shahih Muslim dan al-Syifa serta yang lainnya, dan Taqiyuddin al-Hanafi guru Imam as-Suyuthi dibidang hadis dan Bahasa Arab. Adapun murid-murid Imam as-Suyuthi yang menjadi pelengkap bagi kemasyhuran beliau di antara mereka yang terkenal adalah: 1. Muhammad bin Ali al-Dawudi (W. 945 H) 2. Zainuddin Abu Hafash Umar bin Ahmad al-Syima’i (W. 936 H) 3. Muhammad bin Ahmad bin Iyas (W. 930 H) 4. Muhammad bin Yusuf al-Syami al-Shalihi al-Mishri (W. 942 H) 5. Ibnu Thulun Muhammad bin Ali bin Ahmad (W. 953 H) 6. Al-Syarani, Abdul Wahab bin Ahmad (W. 973 H), beliau wafat di Kairo. Imam as-Suyuthi diklasipikasikan sebagai salah seorang aulia Allah oleh Al-Nabhai dalam kitabnya Jami’ Karamat al-Auliya, salah satu cerita yang menarik adalah Imam as-Suyuthi pernah melihat Nabi saw. di dalam mimpi, dan beliau bertanya kepada nabi tentang sebagian hadis, dan Nabi saw. berkata kepadanya “bawalah kemari yaa syaikhussunnah”. Dia melihat dirinya ini di dalam mimpi dan Nabi berkata kepadanya: “Bawalah kemari yaa syaikhul hadis”. Muridnya al-Syaikh Abd al-Qadir al-Syadzili di dalam kitab terjemahnya menyebutkan bahwa gurunya as-Suyuthi berkata: “Aku melihat Nabi saw di waktu jaga, lalu nabi berkata kepadaku “yaa syaikh al-hadis”, lalu aku bertanya kepada beliau: “yaa Rasulallah, apakah akuini termasuk golongan ahli surga?” Nabi menjawab: yaa._ Dan Syaikh Abd al-Qadir bertanya kepada gurunya: “yaa tuanku, berapa kalikah engkau melihat Nabi saw. dalam keadaan jaga? Beliau menjawab: lebih dari tujuh puluh kali. Di akhir hayatnya as-Suyuthi ditimpa sakit keras, dan di tangan kirinya terdapat bengkak, akhirnya Imam al-Hafidz al-Jalil as-Suyuthi harus mengakhiri serangkaian warna kehidupannya pada waktu menjelang subuh, malam Jum’at 29 Jumadil Awal pada tahun 911 H. sang imam besar abad ke 10 berpulang ke rahmatullah, di rumahnya di Raudhah al-Miqyas. B. Karya-karya al-Hafizd as-Suyuthi Kitab-kitab karya beliau mencapai 500 kitab , menurut Brokelmen seorang orientalis Jerman menghitungnya sekitar 415 buah karya tulis as-Suyuthi, ada yang sudah diterbitkan dan ada pula yang masih dalam bentuk manuskrip. Ibnu Ilyas berkata: karya tulis beliau mencapai 600 buah membahas berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam, Arab, dan Sejarah. Sebagian dari kitab as-Suyuthi adalah karangan asli, sebagian dari rangkuman kitab-kitab lain sebelumnya, sebagian lagi adalah kumpulan tulisan dan susunan. Karakteristik tulisannya terdapat di semua kitabnya, dia memperhatikan karakteristik penulisan yang mudah, maka karya-karyanya tidak ditemukan komentar, baik yang karangan, himpunan atau susunannya. Ibnu Imad berkata sebagaimana yang dikutip Mani Abd Halim Mahmud dalam beberapa catatan, bahwa muridnya al-Hafidz as-Suyuthi memiliki nama-nama kitab karyanya yang besar, yang utuh dan terhimpun, maka jumlahnya menghabiskan angka 500 karya. Karya-karyanya popular di seantero bumi baik timur dan barat, dan itu adalah mukjizat besar dalam kecepatannya menyusun kitab. Abul Hasanat, Muhammad Abdul Hay al-Kanwi dalam kitabnya Hasyiyah Muwaththa (seperti yang telah dikutip Halim Mahmud) setelah menuturkan biografi Imam Suyuthi mengatakan: “Karya-karyanya semua membuat faidah-faidah yang luas, hikmah yang mulia, semuanya digambarkan oleh kedalaman ilmunya, keluasan pandangan dan kejelian pemikirannya. Dan terbukti ia adalah termasuk dari pembaharu agama Islam di awal abad ke-10 dan akhir abad ke-9 H. Sebagaimana ia mengakuinya sendiri, dan kebenarannya disaksikan ulama yang datang sesudahnya seperti Ali Alqari almakki dalam kitab al-Mirat Syarh al-Misykat. Sayyid Muhammad Abdul Hay al-Kanani mengatakan: di Mesir penuh dengan kumpulan-kumpulan karya as-Suyuthi, di tahun 904 sebelum 7 tahun dari wafatnya tercatat karyanya berjumlah 538, jumlah karyanya dibidang tafsir sebanyak 73, dalam hadis 205, dibidang mushthalah al-hadis 32, fiqih 71, ushul fikih dan tasawwuf sebanyak 20, lughah, nahwu dan tashrif 66, al-ma’ani, bayan dan badi’ 6, kitab yang dihimpun dari berbagai disiplin ilmu 80, al-Tabaqat wa Tarikh 30, dan jami’ 37. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa buah karya Imam as-Suyuthi sangatlah banyak, mencapai 500 buah menurut al-Dawudi, dan 600 buah menurut Ibnu Ilyas. Di antara karya-karya Imam as-Suyuthi yang dapat ditemukan antara lain : 1. Al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur 2. Al-Ashbah wa al-Nazhair 3. Hamm al-Awami’, Syarah Jum’ul Jawami’ 4. Al-Jami’ al-Kabir fi al-Hadis 5. Ainul Isbah fi Ma’rifah al-Shah-abah 6. Duur al-Shuhbah fi Man ‘Asya min al-Shahabah, Miatan wa ‘Isyrin 7. Rih al-Nasrin fi Man ‘Asya min al-Shahabah, Miatan wa ‘Isyrin 8. Is’af al-Mabda bi Rijal al-Muwaththa 9. Kasyf al-Talbis ‘an Qalbi Ahl al-Tadli 10. Tadrib al-Rawi Syarh Taqrib al-Nawawi 11. Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an 12. Tarikh al-Khulafa’ Masih banyak lagi karya-karya beliau yang tidak tertuliskan di sini. C. Tafsir Imam as-Suyuthi Al-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur Imam as-Suyuthi mempunyai banyak karya di bidang tafsir di antara karyanya yang paling terkenal adalah kitab Kitab al-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur, biasanya terkenal dengan sebutan Durr al-Mantsur saja. Seperti namanya kitab ini merupakan kitab yang menghimpun tafsir bi al-ma’tsur, tidak terdapat di dalamnya pendapat-pendapat pribadi imam Suyuthi yang memberi syarah, tetapi ia konsisten agar tafsirnya merupakan kumpulan dari hadis-hadis Rasulullah saw. dalam ayat Alquran, dan dalam serangkaian riwayat dari para sahabat. Sebelum menyusun kitab Durr al-Mantsur, Imam as-Suyuthi terlebih dahulu menghimpun suatu kitab tafsir yang bersambung kepada Rasulullah, di dalamnya terdapat sepuluh ribu hadis, baik hadis marfu’ maupun hadis mauquf, dan selesai dalam empat jilid, kitab tersebut beliau namai Tarjuman al-Qur’an. Kemudian kitab Tarjuman al-Qur’an yang diselesaikan dengan memuat sanad-sanad riwayat yang ma’tsur tersebut diringkas oleh Imam Suyuthi dengan menghilangkan sanad-sanadnya, dan mencukupinya dengan redaksi hadis-hadis yang marfu’ dan mauquf. Hasil dari ringkasan kitab tersebut ada di dalam kitab Durr al-Mantsur. Imam Sayuthi berkata dalam muqaddimah Durr al-Mantsur tafsirnya: Wa ba’du, manakala setelah aku menyusun kitab Tarjuman al-Qur’an. Dia merupakan tafsir yang bersambung dari Rasulullah dan para sahabatnya, dan Alhamdulillah selesai dengan sempurna dalam beberapa jilid, maka apa yang aku datangkan di dalamnya dari atsar dengan sanad-sanad kitab yang ditakhrij darinya. Aku berpendapat bahwa keterbatasan hasrat dari mencapainya, dan kegemaran mereka dalam meringkas matan-matan hadis tanpa isnad dan tidak panjang lebar, maka aku merangkum darinya dengan ringkasan pada matan atsar, yang bersumber pada riwayat dan takhrij kepada kitab yang mu’tabar.Aku namai kitab tersebut al-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur. As-Suyuthi mengarang kitab tafsirnya kurang lebih tiga belas tahun sebelum wafatnya._ selesai pada hari raya ‘idul fitri tahun 898. Di dalam kitab Durr al-Mantsur semuanya memuat riwayat-riwayat yang ma’tsur dalam tafsir bi al-Ma’tsur, as-Suyuthi mengambil riwayat-riwayat tersebut dari berbagai kitab-kitab hadis, mulai dari shahih, sunan dan musnad, dan juga dari mushannaf-mushannaf yang menghimpun pendapat-pendapat para sahabat dan tabi’in. seperti Mushannaf Abdurrazzaq, Ibnu Abdi Syaibah, dan kitab-kitab tafsir bi al-Ma’tsur yang bersambung, seperti tafsir Ibnu Jarir al-Thabari, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mundzir, Ibnu Mardawaih, Abd bin Hamid dan lain-lain. D. Metode as-Suyuthi dalam Tafsirnya Senada dengan namanya, karya tafsir as-Suyuthi tergolong bi al-Ma’tsur karena secara keseluruhan dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran tafsir ini menggunakan penjelasan nabi maupun sahabat yang dikutip dan dirujuk dari kitab-kitab hadis dan tafsir. Sistematika tafsir ini mengikuti tartib mushhaf.Pada awal pemahasan dicantumkan ayat-ayat yang hendak dibahas kemudian dikutip riwayat-riwayat yang menjelaskan asbabun nuzul dan riwayat-riwayat lain yang menunjukkan penjelasan nabi atau sahabat berkenaan dengan ayat-ayat secara sistematis. Metode yang digunakan dalam penyusunan kitab ini adalah metode tahlili dengan bentuk bi al-ma’tsur.Dalam menyusun tafsirnya, Imam Suyuthi mempunyai metode yang terbilang berbeda dari lazimnya mufassir bi al-Ma’tsur lainnya. Bila disimpulkan, metode Imam as-Suyuthi dalam kitab Durr al-Mantsur maka sebagai berikut: 1. Beliau di dalam tafsirnya memuat riwayat-riwayat dari para ulama salaf tanpa menerangkan kedudukan riwayat tersebut, apakah shahih atau dha’if, dengan kata lain riwayat tersebut masih tercampur baur akan kualitasnya. Beliau juga tidak menjelaskan atau mengkritik riwayat-riwayat tersebut, yang menurut pengakuan beliau riwayat-riwayat tersebut bersumber dari kitab-kitab yang ditakhrij. Di antara kitab-kitab tersebut adalah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan an-Nasa’I, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan Ahmad bin Hambal, serta kitab-kitab yang lainnya seperti yang ditulis Ibnu Jarir al-Thabari, Ibn Abi Hatim, Abdullah bin Hamid, Ibn Abi Dunya, Abdurrazzaq, Ibnu Abi Syaibah, Ibn Mundzir, Ibn Mardawaih dan lain-lain. 2. Dalam riwayat-riwayat atau atsar dan hadis-hadis yang menjadi penafsiran bagi ayat, Imam as-Suyuthi meringkas sebagian jalur periwayatnya (sanad). Seperti dalam riwayat berikut ini: اخرج ابو يعلى و ابن ابي حاتم عن جابر بن عبد الله قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم, ما من عبد يموت لا يشرك با لله شئا الا حلت له المغفرة.... 3. Pada penafsirannya as-Suyuthi konsisten memberi penjelasan terhadap ayat yang dibahas dengan riwayat-riwayat hadis maupun atsar. Beliau tidak menafsirkan ayat dengan pemikiran pribadinya atau pendapat-pendapat yang menguatkan periwayatan tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir. Itulah yang kami maksud dengan berbeda dari mufassir bi al-Ma’tsur lainnya. Imam as-Suyuthi sama sekali tidak memberikan komentar baik dari sisi bahasa, unsur I’jaz, dan balaghah, maupun penjelasan-penjelasan lain seperti aspek kandungan pengetahuan, hukum, serta tambahan ijtihad yang lazim digunakan oleh para mufassir pada zamannya. Belian hanya mencantumkan riwayat-riwayat yang diawali dengan kata akhraja dilanjutkan dengan redaksi yang terkait dengan penjelasan ayat. Daftar pustaka al-Suyûthî , Jalâl al-Dîn, Al-Dûrr al-Mantsûr fî Tafsîr bî al-Ma’tsûr, Bairut: Dâr al Fikr, 1993, jilid 1. ----------, Al-Itqân fî Ulûm Al-Qur’an, Bairut: Muassasat al-Kutûb al-Tsaqâfiyah, 1997,jilid 1. ----------,Mukhtashar al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq dengan judul, “Apa itu Al Qur’an / Imam as-Suyuthi, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. ---------Al-Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi, Bairut: Maktabah al-Kautsar, 1418 H. ---------Miftah Jannah fi Ihtijaj bi al-Sunnah, penerj. Saifullah dengan judul “Kontra atas Penyimpangan Sumber Hukum Orisinil, Surabaya: Risalah Gusti, 1996. al-Khalidi, Sholah, Ta’rif al-Darisin bi Manahij al-Mufassirin, Damsyiq: Dar al-Qalam, 2008. al-Nabhani, Yusuf bin Ismail, Jami’ Karamat al-Auliya’, Bairut: Maktabah al-kautsar, 1418 H, Juz 1. al-Dzahabî ,Muhammad Husain, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, Kairo: tanpa ket. Tempat, 1976, jilid 1. Mahmud, Mani’ Abd Halim, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, terj.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. ‘Ubaidu, Hasan Yunus, Dirasat wa Mabahits fi Tarikh al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirin, Kairo: Jamiah al-Azhar, 1991.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

isi dengan sopan dan santun

Blogroll