Jumat, 13 April 2012

metodologi az-Zamakhsyari dalam kitab al-kasyaf

Sosok Imam Zamakhsyari

    Dia adalah Abul Qasim Mahmud Bin Umar Al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari. Di lahirkan pada 27 Rajab 467 H. Di Zamakhsyar, sebuah perkampungan besar di kawasan khawarizmi (Turkistan). Dia mulai belajar di negeri sendiri, kemudian di Bukhara, dan belajar sastra kepada Syeih Mansyur Abi Mudhar. Kemudian pergi ke Mekkah dan menetap cukup lama sehingga memperoleh julukan Jarullah (Tetangga Allah). Dan selama tinggal di kota Mekkah itulah dia menulis Al-Kasysyâf ‘An Haqâ’iqi Gawâmidit Tanzil Wa ‘Uyûnil Aqâwil Fi Wujûhit Ta’wil. Dia wafat pada 538 H, di Jurjaniah Khawarizm setelah kembali dari Mekkah . Beliau juga pernah ke Baghdad, Khurasan dan Quds (Palestina). Imam Zamakhsyari pernah tinggal beberapa lama di Quds, bahkan dikatakan beliau mengarang kitab al-kasyaf di sana. Beliau menghabiskan waktu dalam mengarang kitab al-kasyaf lamanya seperti lama masa khalifah Abu Bakar, atau dengan kata lain selama dua tahun beberapa bulan .
Dalam hal ini, imam adz-Dzahabi di dalam kitabnya “al-Miizaan” (IV:78) berkata, “Ia seorang yang layak (diambil) haditsnya, tetapi ia seorang penyeru kepada aliran muktazilah, semoga Allah melindungi kita. Karena itu, berhati-hatilah terhadap kitab Kasysyaaf karyanya.”

Keilmuan dan Karyanya
    Zamakhsyari adalah salah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa, ma’anai dan bayan. Dia juga merupakan ulama yang genius dan sangat ahli dalam bidang ilmu nahwu, bahasa, sastra dan tafsir. Pendapat-pendapatnya tentang ilmu bahasa arab diakui dan dipedomani oleh para ahli bahasa karena keorisinilan dan kecermatannya.
Bagi orang yang membaca kitab-kitab ilmu nahwu dan balaghah tentu sering menemukan keterangan-keterangan yang di kutip dari Zamakhsyari sebagai hujjah. Misalnya mereka mengatakan “Zamakhsyari telah berkata dalam kitab al-kasysyaf atau dalam asasul balaghah...” Ia adalah orang yang mempunyai pendapat dan hujjah sendiri dalam banyak masalah bahasa arab, bukan tipe orang yang suka mengikuti langkah orang lain yang hanya menghimpun atau mengutip saja, tetapi dia mempunyai pendapat orisinil yang jejaknya di tiru dan diikuti oleh banyak orang. Dia menpunyai banyak karya dalam bidang hadits, tafsir, nahwu, bahasa, ma’ani dan lain sebagainya. Diantara karangannya adalah :
•    Al-Khasysyâf, tentang Tafsir Al-Qur’an
•    Al-Fâ’iq, tentang Tafsir Hadits
•    Al-Minhâj, tentang Ushul
•    Al-Mufassal, tentang Nahwu
•    Asâsul Balâghah, tentang Bahasa
•    Rû’usul Masâ‘ilil Fiqhiyah, tentang Fiqh
Kitab al-khasysyaf karya az-Zamakhsyari adalah sebuah kitab tafsir paling masyhur diantara sekian banyak tafsir yang disusun oleh mufassir bir-ra’-yi yang mahir dalam bidang bahasa. Al-alusi, Abus Su’ud, an-Nasafi dan para mufassir lain banyak mengutib dari kitab tersebut, tetapi tanpa menyebut sumbernya .

Kitab Al-Kasyaf Lil Zamakhsyari
    Pada kebiasaannya orang-orang menyebutnya dengan kitab Al-Kasyaf Lil Zamakhsyari. Ini adalah kitab yang sangat berpengaruh. Pengarangnya memberikan dua sifat dan dia sebutkan kedua sifat itu tanpa ragu. Sifat pertama adalah tafsir yang beraliran mazhab mu’tazilah. Bahkan, pengarangnya sendiri sampai mengatakan: “apabila kamu iangin minta izin dengan pengarang al-kasyaf ini maka sebutlah namanya dengan Abul Qosim Al-mu’tazili” .
    Dari kalimat pertama dalam tafsir ini sudah menunjukkan adanya indikasi tentang mu’tazilah. Dari pertama sampai akhir. Imam Zamakhsyari selalu berpegang dengan mazhab mu’tazilah dalam penfsirannya. Padahal Alquran bukanlah sebuah kitab mazhab. Apabila Alquran ditafsirkan dengan landasan sebuah aliran maka nilai kemurniannya sudah hilang. Maka dari itulah al-kasyaf mendapat banyak kritikan dari para ulama  Ahlusunnah .
    Sifat kedua yang dimiliki tafsir ini adalah keutamaan dalam nilai bahasa arab, baik dari segi I’zaj Alquran, Balaghah, dan  Fashahah, sebagai bukti jelasnya  Alquran diturunkan dari sisi Allah SWT. Bukan buatan manusia dan mereka tidak akan mampu meniru seumpamanya sekalipun mereka saling tolong-menolong dalam melakukannya. Dalam hal ini, Imam Zamakhsyari sangat mempersiapkannya dengan matang sebelum beliau mengarangnya.
    Ada beberapa kelemahan yang terdapat dalam kitab al-Kasyaf, antara lain:
Dalam setiap tafsir ayat Alquran tidak ada pengaruh batin yang didapatkan oleh pengarang. Dalil-dalil ayat tersebut tidak bisa memalingkannya pada kebenaran, bahkan Zamakhsyari memalingkan makna tidak sesuai dengan zahirnya. Ini merupakan mengada-ada kalam Allah SWT. Lebih baik seandainya sedikit saja, tetapi pada kenyataannya dia membahasnya secara panjang lebar agar tidak dikatan lemah dan kurang. Dalam hal ini, dapat kita lihat bahwa penafsiran dalam kitab itu bercampur dengan pengaruh aliran mu’tazilah. Ini adalah pengaru cacat yang sangat besar.
    Kritik lain terdapat pada pencelaan Imam Zamakhsyari terhadap para wali Allah SWT. hal ini karena ia lupa tehadap jeleknya perbuatan ini dan karena tidak mengakui adanya hamba Allah SWT seperti itu. Alangkah indah ungkapan Imam  al-Razi dalam kritikannya pada imam Zamakhsyari tehadap yang demikian. Al-Razi berkata dalam tafsir ayat “allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya (QS Al-maidah [5]:54) “dalam hal ini, pengarang al-kasyaf telah menceburkan dirinya dalam kesalahan dan bahaya karena telah mencela kekasih Allah SWT dan telah menulis sesuatu yang tidak layak dan sesuatu kejelekan terhadap mereka yang dicintai Allah SWT. dia sngat berani melakukan hal ini, padahal tulisan ini dia lakukan ketika menafsirkan ayat-ayat Allah SWT yang Majid”.
     Kritikan lain terhadap kitab ini terdapat banyaknya penyebutan syair dan amtsal. Padahal kedua hal tersebut adalah sebuah nilai canda dan humor yang tidk pantas dengan syariat dan akal, apalagi pada mereka penegak keadilan dan penegak tauhid .
    Kritikan lainnya adalah penyebutan Ahlusunnah dangan kata-kata kotor. Terkadang disebut dengan golongan ¬mujabbaroh (pemaksa), bahkan terkadang dikatakan dengan kaum kafir dan kaum yang menyimpang. Pahahal ucapan seperti ini hanya pantas keluar dari golongan mereka yang bodoh, bukan dari ulama yang pintar .

Manhaj fi kitab al- Kasysyaf
    Tafsir al-Kasysyaf adalah salah satu kitab tafsir bi al-ra’yi yang terkenal, yang dalam pembahasannya menggunakan pendekatan bahasa dan sastra. Penafsirannya kadang ditinjau dari arti mufradat yang mungkin, dengan merujuk kepada ucapan-ucapan orang Arab terhadap syair-syairnya atau definisi istilah-istilah yang populer. Kadang penafsirannya juga didasarkan pada tinjauan gramatika atau nahwu.
Kitab tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang banyak beredar di dunia Islam, termasuk di Indonesia. Sebagai salah satu kitab tafsir yang penafsirannya didasarkan atas pandangan mu'tazilah, ia dijadikan corong oleh kalangan Mu’tazilah untuk menyuarakan fatwa-fatwa rasionalnya. Al-Fadhil Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa al-Kasysyaf ditulis antara lain untuk menaikkan pamor Mu’tazilah sebagai kelompok yang menguasai balaghah dan ta’wil.
Namun demikian, kitab ini telah diakui dan beredar luas secara umum di berbagai kalangan, tidak hanya di kalangan non-Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga di kalangan Ahlusunnah wal Jama’ah. Ibnu Khaldun misalnya, ia mengakui keistimewaan al-Kasysyaf dari segi pendekatan sastra (balaghah)-nya dibandingkan dengan sejumlah karya tafsir ulama mutaqaddimin lainnya. Menurut Muhammad Zuhaili, kitab tafsir ini yang pertama mengungkap rahasia balaghah al-Qur'an, aspek-aspek kemukjizatannya, dan kedalaman makna lafal-lafalnya, di mana dalam hal inilah orang-orang Arab tidak mampu untuk menentang dan mendatangkan bentuk yang sama dengan al-Qur’an. Lebih jauh, Ibnu ‘Asyur menegaskan bahwa mayoritas pembahasan ulama Sunni mengenai tafsir al-Qur’an didasarkan pada tafsir az-Zamakhsyari. Al-Alusi, Abu al-Su’ud, al-Nasafi, dan para mufassir lain merujuk kepada tafsirnya.
Az-Zamakhsyari melakukan penafsiran secara lengkap terhadap seluruh ayat Al-Qur'an, dimulai ayat pertama surah al-Fatihah sampai dengan ayat terakhir surah an-Nas. Dari sisi ini dapat dikatakan bahwa penyusunan kitab tafsir ini dilakukan dengan menggunakan metode tahlili, yaitu suatu metode tafsir yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur'an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan dalam mushaf Utsmani. Az-Zamakhsyari sebenarnya tidak melaksanakan semua kriteria tafsir dengan metode tahlili, tetapi karena penafsirannya melakukan sebagian langkah-langkah itu, maka tafsir ini dianggap menggunakan metode tafsir tahlili.
Aspek lain yang dapat dilihat, penafsiran Al-Kasysyaf juga menggunakan metode dialog, di mana ketika Az-Zamakhsyari ingin menjelaskan makna satu kata, kalimat, atau kandungan satu ayat, ia selalu menggunakan kata in qulta (jika engkau bertanya). Kemudian, ia menjelaskan makna kata atau frase itu dengan ungkapan qultu (saya menjawab). Kata ini selalu digunakan seakan-akan ia berhadapan dan berdialog dengan seseorang atau dengan kata lain penafsirannya merupakan jawaban atas pertanyaan yang dikemukakan. Metode ini digunakan karena lahirnya kitab Al-Kasysyaf dilatarbelakangi oleh dorongan para murid Az-Zamakhsyari dan ulama-ulama yang saat itu membutuhkan penafsiran ayat dari sudut pandang kebahasaan, sebagaimana diungkapkan sendiri dalam muqaddimah tafsirnya:
"Sesungguhnya aku telah melihat saudara-saudara kita seagama yang telah memadukan ilmu bahasa Arab dan dasar-dasar keagamaan. Setiap kali mereka kembali kepadaku untuk menafsirkan ayat al-Qur'an, aku mengemukakan kepada mereka sebagian hakikat-hakikat yang ada di balik hijab. Mereka bertambah kagum dan tertarik, serta mereka merindukan seorang penyusun yang mampu menghimpun beberapa aspek dari hakikat-hakikat itu. Mereka datang kepadaku dengan satu usulan agar aku dapat menuliskan buat mereka penyingkap tabir tentang hakikat-hakikat ayat yang diturunkan, inti-inti yang terkandung di dalam firman Allah dengan berbagai aspek takwilannya. Aku lalu menulis buat mereka (pada awalnya) uraian yang berkaitan dengan persoalan kata-kata pembuka surat (al-fawatih) dan sebagian hakikat-hakikat yang terdapat dalam surah al-Baqarah. Pembahasan ini rupanya menjadi pembahasan yang panjang, mengundang banyak pertanyaan dan jawaban, serta menimbulkan persoalan-persoalan yang panjang".
Penyusunan kitab tafsir al-Kasysyaf tidak dapat dilepaskan dari atau merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang pernah disusun oleh para mufassir sebelumnya, baik dalam bidang tafsir, hadis, qira’at, maupun bahasa dan sastra.
Dari kajian yang dilakukan oleh Musthafa al-Juwaini terhadap kitab tafsir Al-Kasysyaf tergambar delapan aspek pokok yang dapat ditarik dari kitab tafsir itu, yaitu:
1.    Az-Zamakhsyari telah menampilkan dirinya sebagai seorang pemikir Mu’tazilah;
2.    Penampilan dirinya sebagai penafsir atsari, yang berdasarkan atas hadis Nabi;
3.    Penampilan dirinya sebagai ahli bahasa;
4.    Penampilan dirinya sebagai ahli nahwu;
5.    Penampilan dirinya sebagai ahli qira’at,
6.    Penampilan dirinya sebagai seorang ahli fiqh,
7.    Penampilan dirinya sebagai seorang sastrawan, dan
8.    Penampilan dirinya sebagai seorang pendidik spiritual.
Dari kedelapan aspek itu, menurut al-Juwaini, aspek penampilannya sebagai seorang Mu’tazilah dianggap paling dominan. Apa yang diungkapkan oleh al-Juwaini di atas menggambarkan bahwa uraian-uraian yang dilakukan oleh az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya banyak mengambarkan berbagai pandangan yang mendukung dan mengarah pada pandangan-pandangan Mu'tazilah.
Begitu juga halnya dengan az-Zarqani yang menguatkan asumsi itu. Namun demikian, ia juga mencatat beberapa keistimewaan yang dimiliki tafsir Al-Kasysyaf, antara lain: Pertama, terhindar dari cerita-cerita israiliyyat; Kedua, terhindar dari uraian yang panjang; Ketiga, dalam menerangkan pengertian kata berdasarkan atas penggunaan bahasa Arab dan gaya bahasa yang mereka gunakan; Keempat, memberikan penekanan pada aspek-aspek balaghiyyah, baik yang berkaitan dengan gaya bahasa ma’aniyyah maupun bayaniyyah; dan Kelima, dalam melakukan penafsiran ia menempuh metode dialog.
Paham kemu’tazilahan Zamakhsyari dalam tafsirnya membuktikan kecerdasan, kecemerlangan dan kemahirannya. Ia mampu mengungkapkan isyarat-isyarat yang jauh agar terkandung di dalam makna ayat guna membela kaum Mu’tazilah dan menyanggah lawan-lawannya. Tetapi dari aspek kebahasaan ia berjasa telah menyingkap keindahan al-qur’an dan daya tarik balaghahnya. Hal ini karena dia memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang ilmu balaghah, Bayan, nahwu dan sharaf.
Dia pernah menyatakan bahwa orang yang menaruh perhatian terhadap tafsir tidak akan dapat menyelami hakikatnya sendiri kecuali jika dia telah menguasai dua ilmu khusus bagi al-qur’an yaitu, ilmu ma’ani dan ilmu bayan. Zamakhsyari telah cukup lama menyelami keduanya, bersusah payah dalam menggalinya, menderita karenannya serta di dorong oleh cita-cita luhur untuk memakahi kelembutan-kelembutan hujjah Allah dan oleh hasrat ingin mengetahui mukjizat Rasulullah.
Ibnu Khaldun memberikan analisa dan penilaian terhadap Al-Khasysyaf karya Zamakhsyari tersebut di saat membicarakan tentang rujukan tafsir mengenai pengetahuan tentang bahasa, I’rab, dan balaghah. Dia mengatakan:
Di antara kitab tafsir paling baik yang mencakup bidang tersebut ialah kitab Al-Khasysyaf karya Zamakhsyari, seorang penduduk khawarizm di Irak.hanya saja pengarangnya termasuk pengikut fanatic mu’tazilah. Karena itulah ia senantiasa mendatangkan argementasi-argumentasi untuk membela mazhabnya yang rusak setiap ia menerangkan ayat-ayat Alqur’an dari segi balaghah. Cara demikian bagi para penyelidik dari kaum ahli sunnah di pandang sebagai penyimpangan dan, bagi jumhur, merupakan manipulasi terhadap rahasia dan kedudukan al-Quran. Namun demikian mereka tetap mengakui kekokohan langkahnya dalam hal berkaitan dengan bahasa dan balaghah. Tetapi jika orang membacanya tetap berpijak pada mazhab sunni dan menguasai hujah-hujahnya, tentu ia akan selamat dari perangkap-perangkapnya. Oleh karena itu, kitab tersebut perlu di baca mengingat keindahan dan keunikan seni bahasanya.











Daftar Pustaka
al-Qattān, Mannā’ Khalīl, Mabāhis fī Ulūmil Qur’ān, diterjemahkan oleh Mudzakir AS dengan judul  Studi ilmu-ilmu Qur’an,Bogor, Pustaka Litera AntarNusa: 2009
Mahmud ,Mani’ Abd Halim, Manhaj al-Mufassirin, diterjemahkan oleh Syahdianor dan Faisal Saleh dengan judul Metodologi Tafsir, Jakarta, RajaGrafindo:2006
Internet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

isi dengan sopan dan santun

Blogroll