Tafsir dan Ta'wil Alquran

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran Al-Karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafat, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga dapat bahagia hidup baik di dunia dan juga diakhirat. Al-Qufan Al-Karim dalam menerangkan hal-hal tersebut di atas, ada yang dikemukakan secara terperinci, seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan sebagainya, dan ada pula yang dikemukakan secara umum dan garis besarnya saja. Yang diterangkan secara umum dan dan garis-garis besarnya ini. ada yang diperinci dan dijelaskan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dan ada yang di arahkan pada kaum muslimin sendiri yang disebut ijtihad. Begitu pula halnya tafsir Al-Quran berkembang mengtkuti irama perkembangan masa dan memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu generasi. Tiap-tiap masa dan generasi menghasilkan tafsir-tafsir Al-Quran yang sesuai dengan kebutuhan dan keperluan generasi itu dengan tidak menyimpang dari hukum-hukum agama . Allah menurunkan al-Qur'an untuk dibaca dengan penuh penghayatan (Tadabbur), meyakini kebenarannya dan berusaha untuk mengamalkannya. Allah berfirman, "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya". Oleh karena itu, agar kita bisa mewujudkan perintah Allah tersebut, seorang harus bisa memahami makna dan kandungannya dan di sini sangat diperlukan perangkat metodologi penafsiran yang berfungsi mengarahkan penafsiran itu sendiri. Dari latar belakang di atas, perlu kiranya kita selaku umat Islam yang terpelajar untuk lebih mendalami pengetahuan tentang ilmu tafsir sehingga terhindar dari taqlid buta. Oleh karena itu. pada makalah ini akan dibahas tentang tafsir dan ta'wil sebagai bentuk usaha pendalaman ilmu tafsir. B. Rumusan Masalah Agar pembahasan pada makalah tentang tafsif dan ta'wil ini tidak melebar dan lebih terfokus, maka penulis akan membatasi permasalahan yang akan dibahas pada rumusan masalah berikut: 1. Pengertian tafsir dan ta'wil al-Quran 2. Persamaan dan perbedaan tafsir dan ta'wil al-Quran PEMBAHASAN A. Pengertian Tafsir dan Tawil al-Quran Tafsir 1. Tafsir Etimologis (bahasa) Secara etimologi tafsir berarti al-idhah, arti ini memiliki arti yang berdekatan, yaitu menjelaskan atau menyingkapkan (tabir dan lain-!ain). Jadi, tafsir bisa berarti menyingkapkan, mencari, menyimpulkan sesuatu yang konkrit (al-hissiy) dan makna-makna yang konkrit (al-ma'ani al-ma’qulah) . Dalam Studi Ilmu-ilmu Qur-an, karangan Manna Kholil al-Qattan (2007) disebutkan bahwa tafsir menurut bahasa (etimologi) adalah menjelaskan (al-idhah), menerangkan (al-tibyan), menampakan (al-izhar), menyibak (al-kasyf) dan merinci (al-tafsil). Kata tafsir mengikuti wazan “taf’il” dari kata al-fasr yang berarti al-bayan dan al-kasyf. Dalam lisan arab disebutkan bahwa kata "al-tafsir" berarti menyingkap maksud suatu lafad yang muskil . Sebagaimana firman Allah ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق و احسن تفسيرا "Tidaklah mereka datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil,melainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang henar dan paling baik tafsirnya". Sebagian ulama’ yang berpendapat bahwa, kata tafsir adalah kata kerja terbalik, yakni berasal dari kata "sqfara” yang juga memiliki makna menyingkap (al-kasyf) seperti contohسفورا المرأة سفرت artinya perempuan itu menyingkap/membuka cadarnya. Menurut Al-Raghib, kata "al-fasr" dan "al-safr" adalah dua kata yang berdekatan makna dan lafadnya. Tetapi kata digunakan untuk (menunjukan arti) menampakkan (mendzahirkan) makna yang absrtak. Sedangkan kata digunakan untuk menampakkan benda kepada penglihatan mata. Ada juga yang mengemukakan bahwa kata tafsir berasal dari "tafsirah": urine yang dipergunakan untuk menunjukan adanya penyakit. Dan para dokter menelitinya berdasarkan urine untuk menunjukkan adanya penyakit bagi seseorang. Maka kita dihadapkan pada dua hal, yaitu tafsirah, materi yang diamati dokter untuk menyingkap suatu penyakit. Dan tindakan pengamatan itu sendiri dari pihak dokter. Ini berarti tafsir adalah menemukan penyakit. menunrut adanya materi (objek) dan pengamatan (subjek) 2. Tafsir Terminologis (istilah). Ibnu Hayyan mendefinisikan tafsir sebagai berikut; علم يبحث كيفية النطق بألفاظ القرأن وأحكامه الإفتراضية التركيبية ومعانها التى تحمل عليها حالة التركيب وتبتمات لذلك Ilmu yang membahas tentang cara mengungkapkan lafazh-lafazh al-Our’an, arti-arti lafazh, hukum-hukum lafazh, kosa kata maupun kalimat, dan makna-makna yang dikandungnya serta semua hal yang menjadi kesempurnaan semua hal tersebut." Al-Zarkasiy mendefinisikan tafsir dengan, علم يفهم به كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه و سلم و بيان معانيه واستخراخ احكامه وحكمه . Sebagian ulama mendefinisikan dengan, علم نزول الايات وثؤونها وأقاصيصها والأسباب النازله فيها ثم ترتيب مكيها ومدنيها ومحكمها ومتشابها وناسخها ومنسوخها وخاضها وعامها ومطلقها ومقيدها ومجملها ومفسرها وحلالها وحرامها ووعدها ووعيدها وأمرها ونهيها وعبرها وأمثلها. Dari beberapa definisi tafsir yang diberikan ulama di atas, Muhammad Hussein Al-Dzahabi menyimpulkan bahwa pengertian tafsir mengarah pada satu pengertian, yaitu; العلم يبحث عن أحوال القرأن الكريم من حيث دلالتها على مراد الله تعالى بقدر الطاقة البشرية “ilmu yang membahas tentang seluk-beluk al-Qur'an. yang mengarah pada mengetahui pesan-pesan Allah (kehendak-Nya) sejauh kemampuan manusia dan kecenderunganya” a. Tafsir dalam arti sempit Menerangkan lafazh-lafal ayat dan i’robnya serta menerangkan segi-segi sastera susunan al-Qur'an dan isyarat-isyarat ilmiahnya. Pengertian tafsir semacam ini lebih banyak merupakan penerapan kaidah-kaidah bahasa saja, daripada penafsiran dan penjelasan kehendak Allah dan petunjuk-Nya. b. Tafsir dalam Arti Luas Menjelaskan petunjuk-petunjuk Al-Qur'an dan ajaran-ajaran hukum serta hikmah Allah didalam mensyari'atkan hukum-hukum kepada umat manusia dengan cara yang menarik hati, membuka jiwa, dan mendorong orang untuk mengikuti petunjuk-Nya. Jadi, dapat dipahami bahwa tafsir pada dasarnya adalah rangkaian penjelasan dari pembicaraan (teks al-Qur'an) atau penjelasan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-Qur'an yang dilakukan oleh seorang mufassir. 3. Ta'wil Etimologis Ta'wil secara etimologi (lughawi) adalah al-ruju', al-tadbir, al-taqdir, atau al-tafsir . Ta'wil bisa berarti "kembali, merenung, memperkirakan atau menjelaskan". Seorang yang mengembalikan ucapan pada makna yang dikandungnya, disebut muawwil atau orang yang melakukan ta'wil . Dalam al-Qur'an sendiri kata ta’wil digunakan untuk menunjukkan makna yang berbeda-beda, seperti untuk makna al-tafsir wa al-ta’yin (Q.S. Ali Imran: 7), al-aqibah wa al-mashir (akibat tempat kembalil) (Q.S. al=Nisa': 59), dan lain-lain . 4. Ta'wil Tenninologis Sedangkan ta'wil secara terminologi memiliki dua pemahaman: a. Ta'wil menurut ulama salaf Ta'wil menurut ulama salaf, memiliki dua makna. Pertama, interpretasi kalam (tafsir) dan menjelaskannya. Ta'wil dalam pengertian ini adalah sinonim dengan istilah tafsir. Ta’wil dalam pengertian ini digunakan oleh Imam Ibnu Jarir al-Thabari dalam tafsir-nya, atau perkataan al-Mujahid, "Irmama al-ulama’u ya’lamuna ta’wilahu", maksudnya "tqfsiruhu". Kedua, maksud ucapan itu sendiri. misalnya, bila redaksi kalam adalah anjuran, maka ta'wilnya adalah perbuatan yang dianjurkan. Jika menggunakan redaksi khabar, maka ta'wilnya adalah apa yang diberitakan tersebut, dan begitu seterusnya . a. Ta'wil menurut Muta'akkhirin dari kalangan Ulama Fiqh, Ulama Kalam, Hadits, dan Tasawwuf Menurut mereka, ta'wil adalah: صرف اللفظ من المعنى الراجح إلى المعنى المرجوح لدليه يقترن به “Mengarahkan lafazh dari maknanya yang lebih unggul pada makna yang samar (lemah) karena ada dalil akan hal itu”. Atau bahasa gamblangnya, memberi makna lafazh bukan dengan makna yang lebih jelas. Seperti kata "yad” dalam firman Allah, "Yad Allah fauqa aydihim". Kata yad memiliki dua kemungkinan makna, yami anggota tangan atau kekuasaan. Dalam firman Allah di atas, karena kemahasucian-Nya, maka yad diartikan kekuasaan (makna marjuh) bukan arti anggota tangan (makna rajih). Inilah yang dinamakan ta'wil . B. Contoh¬ Tafsir dan Ta’wil Al-Qur’an a. Tafsir Setelah tafsir resmi menjadi disiplin ilmu yang otonom, maka ditulis dan terbitlah karya-karya tafsir yang secara khusus memuat tafsir bi al-Ma'tsur lengkap dengan jalur sanad sampai kepada nabi SAW, kepada para sahabat, tabi'in dan tabi'i al-tabi'in. diantara contohhya a. Tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. (al-Ma 'idah; 1) Dijelaskan oleh firman Allah Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, (al-Ma 'idah;1) b. Tafsir al-Qur'an dengan as-Sunnah Jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (al-Fatihah:7) Disini Rosulullah menafsirkan al-Maghdhubi dan adh-Dholin adalah Yahudi dan Nashrani. Di antara keistimewaan tafsir bil Ma'tsur ini seperti yang dicatat oleh Quraisy Syihab, yaitu sebagai berikut; . 1. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur'an. 2. Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya 3. Mengikat muufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya untuk tidak terjerumus kedalam subjektivitas yang berlebihan . b. Ta’wil Kata ta'wil dalam Al-Qur'an disebutkan sebanyak 17 kali. Dari penggunaan kata ta'wil J dalam ayat-ayat tersebut, dapat klasifikasikan menjadi tiga macam pengertian; a. Ta'wil li al-qaul (ta'wil perkataan) Berarti makna sebuah perkataan dan hakekat yang dimaksudkan. Dalam bahasa Arab, perkataan terbagi menjadi dua; yaitu insya' dan khabar, bagian utama dari insya' adalah amr (perintah). Oleh karenanya, ta'wil dalam hal ini memiliki dua pengertian; • Ta'wil Amr yaitu dengan mengerjakan apa yang diperintahkan, contohnya hadist riwayat Aisyah Radhiyallah 'anha seperti yang telah disebutkan di atas. • Ta'wil lkhbar yaitu terjadinya suatu peristiwa sebagaimana yang dikabarkan, seperti firman Allah QS. Al-A'raf: 53. Allah mengabarkan akan datangnya hari kiamat, sedangkan manusia menunggu ta'wil (terjadinya) yang dikabarkan Al-Qur'an. b. Ta'wil li al-fi'l (ta'wil perbuatan) Seperti apa yang dikatakan oleh sahabat Nabi Musa 'Alaihissalam setelah melubangi perahu tanpa seizin pemiliknya, membunuh seorang anak, dan menegakkan kembali bangunan roboh, dalam QS. Al-Kahfi: 82. c. Ta'wil li ar-ru'ya (ta'wil mimpi) Ta'wil li ar-ru'ya atau ta'wil al-ahadist (ta'wil mimpi), seperti perkatan Nabi Ya'qub j kepada putranya Nabi Yusuf 'Alaihimassalam dalam QS. Yusuf : 6. Dan sebaliknya pada ayat : 100 . C. Dalil-Dalil Ta'wil Sebagaimana disebutkan di atas bahwa ta'wil adalah mengalihkan lafazh dari makn zhahirnya (makna rajih) kepada makna esoteric (makna marjuh) berdasarkan dalil (qarinah). Para ulama menjadikan adanya dalil sebagai syarat utama dalam melakukan ta'wil. Adanya dalil shahih yang menguatkan merupakan ciri ta'wil yang shahih, sedangkan tanpa dalil adalah ta'wil yang batil dan mengikuti hawa nafsu. Menurut para ulama, ada bentuk dalil-dalil yang digunakan untukmerajihkan makna esoteris (makna marjuh) dari pada makna zhahir. Abu Hamid al- Ghazali, al Mushtasfa min ilmi al ushul, (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiah, 2008), h. 312 1. Nash Al-Qur'an dan As-Sunnah; seperti firman Allah tentang keharaman bangkai (hewan sembelihan yang tidak menyebut nama Allah) dalam QS. Al-Maidah: 3). Ayat ini menerangkan keharaman segala sesuatu dari bangkai, termasuk kalitnya. Namum ada hadist bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat tentang kambing milik Maimunah Radhiyallah 'anha yang mati dan akan dibuang, "Kenapa kalian tidak mengambil kulitnya kemudian kalian samak dan manfaatkan?", para sahabat menjawab, "Tapi ini bangkai?", beliau menjawab, "Yang diharamkan dari bangkai hanyalah memakannya". Dalil dari hadist ini mengalihkan sebuah lafazh dari makna zhahirnya. 2. Ijma'; seperti firman Allah dalam QS.Al-Jumu'ah: 9, secara zhahir ayat ini berlaku kepada semua orang beriman baik laki-laki, perempuan, orang yang merdeka, budak, maupun anak-anak. Tetapi ijma' mengecualikan anak-anak yang belum baligh. 3. Qiyas; diantara para ulama ada yang mensyaratkan harus dengan qiyas jaliy, seperti qiyas budak laki-laki pada budak perempuan dalam hal pembebasannya, sedangkan qiyas fariq tidak berlaku. 4. Hikmah Tasyri' dan kaidah-kaidah dasar syari'at; seperti kewajiban zakat dari empat puluh ekor kambing dengan satu ekor (ي كل أربعين شاة شاةف ). Menurut ulama Syafi'iyah, membayar dengan seekor kambing sesuai dengan zhahir lafazh hadist dan tidak boleh menggantinya dengan uang (ikhraj al-qiymah) karena lafazhnya jelas, khusus, dan qath'i. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, boleh menggantinya dengan uang (ikhraj al-qiymah) karena hikmah dari mengeluarkan zakat adalah mencukupi kebutuhan orang-orang faqir dan uang lebih bermanfaat untuk mencukupi segaia kebutuhan mereka serta lebih sesuai dengan keinginan syari'a t. D. . Bentuk-Bentuk Ta'wil Para ulama ushul merupakan kelompok yang paling mendalami kajian ayat-ayat Al-Qur'an, bila dibandingkan dengan kelompok disiplin ilmu lainnya. Hat itu mereka lakukan untuk kepentingan pengambilan hukum (istimbath al-ahkam). Sehingga kajian para ulama ushul merupakan kelanjutan dari kajian para ulama bahasa dan hadist. Dari pendalaman kajian tersebut, mereka menemukan beberapa bentuk ta’wil, diantaranya mengkhususkan lafazh yang umum (takhshish al-umum), membatasi lafazh yang mutlak (taqyid al-muthlaq), mengalihkan lafazh dari maknanya yang hakiki kepada yang majazi, atau dari makanya yang mengandung wajib menjadi makna yang sunmah. 1. Mengalihkan lafazh dari maknanya yang umum kepada yang khusus, dalam bahasa ushul disebuttakhshish al-umum. Seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 228, yang menerangkan bahwa wanita yang dithalaq oleh suaminya harus menjalani iddah (masa tunggu) selama tiga kali masa haidh atau masa suci (thalathah quru’). Ayat ini berlaku umum, baik istri yang sudah digauli maupun belum, haidh, monopouse, atau dalam kondisi hamil. Kemudian ayat ini ditakhshish dengan ayat yang lain dalam QS.Al-Ahzab:49, yang menerangkan bahwa wanita yang belum digauli tidak memiliki iddah (masa tunggu). 2. Mengalihkan lafazh dari maknanya yang mutlak (muthlaq) kepada yang terbatas (muqayyad), dalam bahasa ushul disebut taqyid al-muthlaq. Seperti firman Allah tentang haramnya darah dalam QS. Al-Maidah:3, menggunakan lafazh mutlak (muthlaq) kemudian dibatasi (taqyid) dengan kata "mengalir" (masfuhan) dalam ayat yang lain yaitu QS.Al-An'am: 145, sehingga yang diharamkan adalah darah yang mengalir. 3. Mengalihkan lafazh dari maknanya yang hakiki kepada yang majazi. Seperti pada firman Allah dalam QS.An-Nisa': 2 yang menerangkan untuk menyerahkan harta-harta milik anak yatim, yaitu anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya sebelum mereka baligh. Ayat ini bertentangan dengan ayat berikutnya QS.An-Nisa': 6, yang menerangkan untuk menyerahkan harta-harta milik anak yatim pada saat mereka telah baligh dan dewasa. Dengan ayat kedua ini, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan lafazh yatim pada ayat yang pertama bukan makna hakiki (anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya sebelum mereka baligh) tapi makna majazi yaitu ketika mereka telah baligh dan dewasa 4. Mengalihkan lafazh dari maknanya yang mengandung wajib menjadi makna yang sunnah. Seperti perintah untuk mencatat hutang piutang dalam QS. Al-Baqarah: 282 yang bermakna wajib, kemudian ada dalil (qarinah) dalam ayat lain yang mengalihkannya menjadi sunnah yaitu pada ayat selanjutnya QS. Al-Baqarah: 283. E. Persamaan dan Perbedaan Tafsir dan Ta'wil Ulama berbeda pendapat di dalam menjelaskan perbedaan antara ta'wil dan tafsir. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat ulama. 1. Manurut Abu 'Ubadah, tafsir dan ta'wil adalah sinonim. Pendapat inilah yang masyhur di kalangan ulama klasik. 2. Menurut al-Raghib al-Ashfihani, tafsir lebih umum daripada ta'wil, tafsir biasanya digunakan di dalam menjelaskan kosa kata (lafazh). Sedang ta'wil dalam arti lafazh (makna). Tafsir, sebagian besar digunakan dalam kosa kata. sementara ta'wil sering digunakan dalam menjelaskan kalimat (al-jumal). 3. Al – Maturidiy berpendapat. Tafsir adalah bersifat memastikan atau meyakinkan bahwa yang dikehendaki Allah adalah makna ini atau makna itu. Sedangkan ta'wil. mengunggulkan salah satu dari dua kemungkinan arti. 4. Menurut Abu Thalib al-Tsa'labi, al-tafsir adalah menjelaskan makna lafazh; apakah makna hakikat atau makna metaforis. Sedang ta'wil adalah menjelaskan arti tersirat lafazh ( بواظن اللفظ). 5. Sebagian ulama lainnya menyatakan, “Tafsir adalah interpretasi makna- makna yang diperoleh dari ungkapan kalimat (ibarat). Sementara ta'wil adalah menjelaskan makna-makna yang diperoleh melalui metode isyarah (isyarat)”. Pendapat ini didukung oleh Imam al-Alusi dalam tafsirnya. ia mengatakan ta'wil adalah isyarah keTuhanan, dan pengetahuan keTuhanan yang disingkap dari balik ungkapan kalimat oleh orang-orang yang salik (menuju) pada Tuhan Allah . Menurut Abdul Wahhab Khallaf, tafsir dam ta'wil memiliki persamaan, yaitu sama-sama berusaha menjelaskan pesan-pesan yang dikehendaki Allah. Bedanya, jika tafsir di dalam menjelaskan kehendak Allah dari firman-Nya-menggunakan dalil qath’iy sehingga tidak menyisakan kesamaran lagi. maka ta'wil menggunakan dalil zhanniy sehingga masih membuka peluang untuk dita'wil atau dilakukan ijtihad kembali . Pendapat ini hampir sama dengan kesimpulan al-Dzahabi setelah mengemukakan beberapa pendapat. al-Dzahabi menyatakan tafsir adalah penjelasan kehendak Allah yang didasarkan pada dalil riwayat, baik riwayat dari Nabi atau para sahabatnya. Sedangkan ta'wil adalah penjelasan terhadap kehendak Allah yang didasarkan pada dirinya atau ijtihad. Tafsir adalah menetapkan apa yang dikehendaki oleh ayat (lafadz) dan dengan sungguh-sungguh menetapkan, demikianlah yang dikehendaki Allah, maka ada dalil yang membenarkan penetapan itu, dipandanglah tafsir yang shohih. Kalau tidak dipandanglah tafsir yang berdasarkan pikiran yang tidak dibenarkan. Ta'wil ialah mentarjihkan salah satu makna yang mungkin diterima ayat atau Iafadz, yakni salah satu muhtamilad, dengan tidak menyakini bahwa demikianlah yang sungguh-sungguh dikehendaki Allah. Dikatakan tafsir yaitu apa yang terjadi jelas di dalam kitabullah atau jelas di dalam hadist shahih, artinya itu jelas tampak. Ta'wil yaitu apa yang disimpulkan oleh ulama, dalam hal ini ada yang mengatakan bahwa tafsir itu istilah apa yang bersangkut dengan ayat sedangkan ta'wil yaitu, apa yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan. Kesimpulan Kesimpulannya tafsir adalah pengertian lahiriyah dari ayat Al-Quran yang pengertiannya secara tegas mengatakan maksud yang dikehendaki Allah. sedangkan ta'wil pengertian-pengertian tersirat yang diistimbatkan (diproses) dari ayat-ayat Al-Qur'an yang memerlukan perenungan dan perkiraan. Serta merupakan sarana pembuka ta'bir. Tafsir dan ta'wil, dengan segaja pengertiannya. merupakan usaha sungguh-sungguh untuk menemukan dan menjelaskan makna-makna atau kehendak Allah dari frrman-Nya. DAFTAR PUSTAKA Al-Dhahabi, Mubammad Husayn, Al-Tafsir wa al-Mufassirun, Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah, 1961 Al-Qattan, Manna Kholil, Studi Ilmu-Ilmu Qur-an, Pustaka Litera Antarnusa 2007 Al-Zarkasyu, Muhammad Abdullah, Al-Burhdn Fi XJlum Al-Qurdn, Kairo: Maktab Atsabi. t.th Departemen Agama RI, Proyek Pengadaan Kitab Suci AI-Quran, Al-Our'an dan Terjemahnya Jakarta: Departemen Agama RI, 1993 Hadna ,Ahmad Musthafa, Problematika Menafsirkan Al-Qur'an, Semarang. Dina Utama, 1993 Hidayat, Komaruddin, Metodologi Penafsiran al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998 Ma'luf, Louis, al-Munzidfii al-Lughah wa al-A'ldm, Beirut: Dar al-Masyriq,tth Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Kairo, cet. Ke-12, 1978 Rosihan, Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung. CV Pustaka Setia, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

isi dengan sopan dan santun

Blogroll